RASIONAL
Sepertinya tidak ada yang bisa membantah
bahwa Tanah Tumpah Darah kita ini merupakan anugrah yang sangat luar biasa dari
Tuhan Yang Maha Kuasa. Tidak banyak negara dan bangsa yang bisa memiliki tanah
yang separipurna seperti yang kita miliki. Beberapa
ungkapan yang merupakan jelmaan atas rasa kekaguman dan
rasa syukur sering dinyatakan tentang Ibu Pertiwi ini. Sebutan yang
menggambarkan bagaimana paripurnanya Nusantara kita sering dikiaskan sebagai “ratna
mutu manikam”.
Bahkan ada pula ungkapan dalam bahasa daerah
yang menggambarkannya sebagai “gemah ripah loh jinawi, ijo
royo-royo tentrem karta raharja”. Lebih kurang begitulah menggambarkan situasi karena semua yang kita
butuhkan sudah tersedia di alam yang kita diami ini dengan takaran yang lebih
dari cukup tanpa harus saling meniadakan.
Terus terang agak sulit membuat padanan ungkapan dimaksud ke dalam
bahasa Indonesia dengan makna yang sama. Namun dalam artian bebas bisa
dikatakan ungkapan tersebut hendak mengatakan Indonesia Tanah Tumpah Darah kita
ini adalah Nusantara yang yang makmur, damai, aman, dan sejahtera. Juga
dilandasi prinsip gotong royong yang dilandasi budaya musyawarah mufakat yang sudah teruji
sejak dahulu kala. Singkatnya, bangsa kita adalah salah satu bangsa di muka
bumi ini yang berbudaya adi luhung.
Dalam perjalanannya, ternyata ungkapan sebagaimana dinyatakan
sebelumnya sangat kontras keadaannya jika dibandingkan dengan fakta yang sesungguhnya
ada. Tanpa bermaksud mendramatisasi apa lagi dengan niat melebih-lebihkan,
ternyata terjadi ironi yang masih sangat menyayat hati. Apakah kita menyadari
atau tidak, dewasa ini banyak ironi yang dengan mudah kita jumpai
dan sangat banyak bentuk dan variasinya. Salah satu hal yang sangat mencolok
adalah masih begitu banyaknya warga kita yang mengalami keterbelakangan dalam
mengakses sumber ekonomi agar bisa memiliki kehidupan yang layak. Banyaknya
warga masyarakat yang belum memiliki pekerjaaan tetap dan layak sebagai akibat
dari belum meratanya tingkat pendidikan merupakan faktor yang masih mengemuka.
Masih banyak dari warga masyarakat kita yang belum bisa mendapatkan
pendidikan yang layak dan baik. Padahal pendidikan merupakan kebutuhan dan
persyaratan mendasar untuk bisa keluar dari himpitan keterbelakangan.
Akibatnya, fenomena kemiskinan dan pengangguran menjadi muncul. Bersamaan dengan
itu, masalah ketidakadilan juga bisa muncul yang mengakibatkan kesenjangan
ekonomi yang menganga lebar.
Implikasi lain yang dewasa ini menjadi umum terjadi adalah kerusakan
lingkungan yang
dahsyat akibat eksploitasi alam yang tidak terkendali.
Kita juga sering melihat fenomena bernuansa pemaksaan kehendak dalam
tataran masyarakat yang bisa bersifat horisontal dan tidak jarang menjadi
vertikal juga. Disharmoni di kalangan masyarakat menjadi konsekuensi logis
dari kejadian ini semua. Akhirnya tidak mengherankan pengaruh negatif bisa
merambah ke masalah sosial dan
budaya lainnya.
SASARAN
YANG HENDAK DICAPAI
Menarik benang merah dari rasional di atas,
menjadi relevan dan mendesak untuk mencari solusi alternatif untuk meredam
merebaknya gejolak yang bisa memporakporandakan ketahanan kita sebagai sebuah
bangsa yang konon memiliki sumber daya yang sangat paripurna. Tanpa bermaksud
menyederhanakan apalagi membuat masalah menjadi seolah-olah tidak ada,
sesungguhnya ada baiknya kita melihat bagaimana potret pelaksanaan pendidikan
di sekitar kita. Apa yang hendak kita capai melalui pembahasan ini adalah
mengupayakan penyediaan pendidikan yang memadai sehingga kita bisa mengelola
sumber daya Nusantara yang paripurna ini menjadi bermanfaat dan menyangga
kesejahteraan bagi segenap anak bangsa ini tanpa kecuali.
Artinya, kita ingin berbagi
pengalaman bagaimana meredam gejolak yang sedang menggejala ini melalui
penyelenggaraan pendidikan yang memadai sesuai dengan kaidah yang sebenar-benar
dan setepat-tepatnya. Beberapa aspek esensial tentang ketanguhan suatu sistem
pendidikan ditentukan oleh berbagai faktor. Berikut adalah faktor yang harus
mendapat perhatian sedemikian rupa agar pendidikan kita bisa berjalan dan
dimanfaatkan segenap anak bangsa dengan hasil yang optimal. Determinan pendidikan
dikatakan unggul jika aspek kebijakan
dan regulasi sudah dapat menjadi
dasar yang kokoh. Turunannya, kurikulum dan variasi sumber
belajar harus menjadi perangkat
yang juga mantap. Guna kelancaran operasionalnya, ketersediaan dana dan sarana/prasarana
menjadi wajib ada. Bersamaan dengan itu, dukungan dalam pengertian pemantapan
penyelenggaraan baik dari Pemerintah bersama-sama dengan
masyarakat juga mutlak adanya. Cerminan dukungan dimaksud secara teknis adalah
datang dari kontribusi orang tua siswa dan siswa itu sendiri. Di atas segala
itu, keberadaan guru yang mumpuni menjadi fundamen yang sangat menentukan hasil
akhirnya.
Tulisan ini hendak mengajak kita, khususnya para
peserta seminar dalam rangka Upacara Penyerahan Ijasah bagi lulusan Universitas
Terbuka melalui UPBJJ-UT Pekanbaru, untuk berbagi pengalaman mengupayakan
pembelajaran yang bisa mencerdaskan siswa sekaligus berkarakter. Berbagai tips
yang dirasa bisa menginspirasi peserta, terutama bagi Anda lulusan program
Pendidikan Dasar UT 2013/2014 yang berprofesi sebagai guru, bisa menjadi ujung
tombak pengemban amanah para penggagas negeri ini, mencerdaskan kehidupan
bangsa.
TANAH
AIR KITA SAAT INI
Beberapa aspek yang perlu menjadi perhatian
kita bersama sebagai bangsa pada saat ini adalah mengentaskan beberapa hal yang
mengganggu eksistensi kita. Beberapa faktor yang
dirasa menonjol dan perlu mendapat perhatian bersama adalah mengenai fakta tentang indeks
pembangunan sumber daya manusia yang masih rendah. Sebaliknya, indeks
persepsi korupsi di bangsa kita malah masih tergolong tinggi. Selain itu, disain
pembangunan yang belum bisa memeratakan pembangunan dan hasilnya juga masih menggejala.
Juga masih terdapat kesenjangan keluaran pendidikan dengan ketersediaan
lapangan kerja.
Beberapa aspek mendasar ini membuat kita merasa letih untuk mengisi pembangunan
ini jika tidak kita pikirkan secara bersama-sama.
Kondisi di atas hanya bisa diatasi dengan baik jika kita memahami apa
saja sesungguhnya faktor yang bisa membuat suatu bangsa itu unggul. Berikut
adalah aspek esensial yang bisa menghantar suatu bangsa unggul, yaitu: Inovasi, teknologi. jaringan,
dan sumber daya alam. Banyak ahli yang sepakat bahwa kontribusi terbesar
terhadap keunggulan suatu bangsa ternyata bukan sumber daya alam yang melimpah.
Kontribusi sumber daya alam ternyata hanya berkontribusi 10% terhadap
ketangguhan suatu bangsa. Faktor yang sangat mempengaruhi keunggulan suatu
bangsa ternaya diperoleh sebesar 45% dari inovasi yang tanpa henti. Kemudian
keunggulan sutau bangsa didapat sampai 25% dari kepemilikan teknologi yang
canggih. Selanjutnya, jaringan yang kuat dan luas berkontribusi 25% terhadap
ketangguhan suatu bangsa.
Ini memberi pengertian kepada kita bahwa yang perlu dikembangkan itu
adalah sumber daya manusia (SDM). Mengapa? Karena berbicara mengenai inovasi,
teknologi, dan jaringan tidak bisa dilepaskan dari kualitas SDM. Bicara
mengenai inovasi, teknologi, dan jaringan (berkontribusi 90% terhadap
keunggulan suatu bangsa) maka sesungguhnya kita sedang bicara tentang manusia
yang memiliki kompetensi dan daya saing yang tinggi. Seberlimpah apapun sumber
daya alam, ternyata kontribusinya hanya 10% terhadap ketangguhan suatu bangsa.
Ketangguhan atau keunggulan dalam konteks ekonomi sama saja dengan tingkat kesejahteraan.
Meski sumber daya alam berlimpah namun jika kompetensi SDM tidak mengimbangi
maka tidak akan berhasil secara optimal. Ini lah yang bisa menggambarkan kepada
kita bahwa meski sumber daya alam kita berlimpah tetapi kesejahteraan untuk
semua anak bangsa ini masih belum seperti yang diharapkan.
Berbicara mengenai SDM maka tidak bisa dilepaskan dengan pendidikan.
Kompetensi, keterampilan, dan perilaku sangat terkait erat dengan pendidikan.
Pendidikan dalam arti sempit, menjelma menjadi sekolah. Di dalam sekolah
terlibat benyak unsur yang harus bersinergi satu dengan yang lain. Sinergitas
dimaksud meliputi aspek regulasi, dana, sarana, kurikulum, sumber belajar,
dukungan masyarakat, partisipasi orang tua, dan anutsiasme siswa itu sendiri. Terakhir,
unsur yang tidak kalah penting adalah keberadaan guru sebagai pendidik.
PARADOKS
DAN LIMITASI
Dilihat dari unsur bersifat objektif dan
kuantitatif, seharusnya tidak ada masalah yang menghambat kita menyelenggarakan
pendidikan yang bisa menghasilkan siswa yang selain cerdas juga berkarakter.
Dari segi jumlah (sekolah, guru, dan anggaran misalnya), kita sudah memadai (di
atas kertas). Dari segi konstitusi dan regulasi apalagi, kita sudah punya
tatanan peraturan perundangan yang sangat mengikat. Bahkan konstitusi kita
sudah menjamin tentang pendidikan sampai masuk ke Undang-undag Dasar, termasuk
telah adanya aturan turunannya. Dari segi kesadaran masyarakat bahwa pendidikan
penting dan mendasar juga sudah tidak ada masalah. Namun, masih sering kita
dengar rintihan bahwa kualitas SDM kita masih belum bisa bersaing dengan SDM
bangsa lain. Jika sudah begini, maka yang menjadi bulan-bulanan adalah sekolah,
utamanya guru. Mengapa, ada apa?
Agar diskusi lebih fokus dan tidak terlau
melebar sehingga mudah mencari solusi, kita batasi saja pada aspek pendidik
saja, yaitu guru. Secara kelakar, masih banyak kita dengar cerita dari begitu
banyak siswa yang tertekan perasaan dan batinnya karena suasana pembelajaran di
kelas masih belum menyenangkan. Pada saat yang sama, masih juga banyak
terdengar cerita bahwa guru juga merasa tertekan karena terlalu banyak masalah
yang datang pada saat yang bersamaan. Jika guru mengikuti kelaziman yang ada,
target penugasan tercapai tetapi masih ragu apakah siswa bisa menguasai semua
pelajaran dengan baik. Apakah siswa bisa lulus ujian Nasional, misalnya. Jika
tidak mengikuti kebiasaan yang ada, mungkin siswa bisa pintar dalam kehidupan
tetapi belum tentu bisa lulus ujian. Terjadi dikotomi tajam yang menempat guru
pada posisi yang tidak mudah. Jika kesimpangsiuran ini tidak diantisipasi
dengan baik, maka kualitas pembelajaran di kelas tidak akan membaik.
TEROBOSAN
Tidak ada cara lain bahwa untuk
mengantisipasi masalah di atas agar tidak menimpa guru, maka guru sebagai
pendidik harus kompeten. Guru harus memenuhi kualifikasi minimal (D4/S1).
Selain itu, guru juga harus memiliki kompetensi yang baik dalam hal pedagogik,
sosial, kepribadian, dan profesional. Pada saatnya, guru sebagai pendidik
memiliki sertifikat pendidik sehingga layak disebut sebagai profesional. Apakah
itu cukup? Secara nominal YA, cukup. Namun di atas itu, guru juga harus bisa
merefleksikan kompetensi dan kedudukan profesinya secara nyata di kelas,
khususnya dalam memfasilitasi pembelajaran sehingga pembelajarannya di dalam
kelas sangat inspiratif dan menyenangkan. Penciptaan suasana seperti ini sangat
berperan menyiapkan siswa sesuai yang diharapkan.
Berikut adalah tips yang bisa membantu guru
sebagai pendidik untuk mengupayakan pembelajaran
inspiratif dengan harapan hasil pembelajaran dimaksud bisa mengembangkan
siswa sehingga selain cerdas juga berkarakter. Yang dimaksud dengan cerdas
adalah ketika siswa yang belajar bisa menyeimbangkan 4 (empat) kecerdasan yang
dimiliki, yaitu kecerdasan: (1) Spiritual, (2) Emosional, (3) Intelektual, dan
(4) Kinestetis. Cerdas spiritual artinya memiliki sifat ketaqwaan karena iman
yang tinggi dan melekat pada diri siswa. Cerdas emosional artinya para siswa
bisa mengendalikan perasaan emosi sesuai dengan yang seharusnya dan memiliki
rasa empati yang mendalam. Cerdas intelektual artinya mampu menggunakan nalar serta
semata-mata digunakan untuk kemaslahatan saja. Cerdas kinestetis artinya mapu
menjaga kesehatan dengan baik sehingga terampil dan cekatan dalam melakukan
tugas dan tanggung jawab sesuai kapasitas masing-masing.
Kecerdasan spritual terlahir dengan
membeningkan hati. Kecerdasan emosional melekat dengan menghaluskan perasaan.
Kecerdasan intelektual menajam dengan mengasah akal. Kecerdasan kinestetis menjadi
mantap dengan mengolah raga. Keempat kecerdasan ini seyogyanya
diinternalisasikan secara simultan kepada siswa melalui pendidikan yang di
dalam kelas kita sebut pembelajaran. Pada saat yang sama, kita sebagai pendidik
profesional yang kompeten harus mampu memberi nuansa karakter di dalam setiap
pembelajaran. Karakter dimaksud adalah sesuai dengan dasar dan falsafah bangsa
kita, yakni Panca Sila. Karakter Pancasilais dalam konteks pembelajaran
sesungguhnya secara harfiah adalah penanaman nilai-nilai yang akhirnya
menyemaikan di dalam kalbu para siswa menyangkut sifat-sifat agamis, menghargai
hak asasi manusia, mencintai tanah air, demokratis, dan menjunjung kebersamaan.
Hasil akhir dari penyemaian kecerdasan dan karakter diuraikan di atas kelak pada
akhirnya akan melahirkan siswa yang memiliki ciri dan jiwa yang: (1) Mandiri, (2) Disiplin, (3) Berwawasan
global, (4) Profesional, dan (5) Berdaya
saing tinggi.
Pada titik ini, dimana siswa kita sebagai hasil dari pendidikan yang
baik sudah cerdas, berkarakter, dan terampil maka pemanfaatan sumber daya alam
kita akan lebih baik dan terkendali. Baik berarti bermanfaat bagi
sebanyak-banyaknya warga bangsa. Terkendali artinya tidak terjadi eksploitasi
yang eksesif sehingga mengganggu keseimbangan dan kelestarian alam lingkungan
kita. Ingat, alam ini bukan warisan dari nenek moyang kita, tetapi merupakan
pinjaman dari anak cucu kita! Jadi, harus kita pelihara dengan baik.
8-TIPS MENJADI
GURU SEJATI YANG INSPIRATIF
Berikut adalah beberapa penyarian pengalaman yang bisa menjadi
inspirasi bagi kita mengupayakan pembalajaran yang diharapkan dapat
mengembangkan siswa sehingga selain berkarakter juga cerdas.
1. Hindari 11-Penyakit Umum berikut, yaitu: (i) Tipus
= Tidak punya selera, (ii) Mual = Mutu amat lemah, (iii) Kudis = kurang
disiplin, (iv) Asma = asal masuk, (v) TBC = Tidak bisa komputer, (vi) Kusta =
Kurang strategi, (vii) Kram = Kurang terampil, (viii) Lesu = Lemah sumber, (ix)
Diare = Di kelas anak diremehkan, (x) Asamurat = Asal sampaikan materi urutan
kurang akurat, dan (xi) Ginjal = Gaji nihil, jarang aktif dan lamban
2. Kenali 3-Ciri Kerja Otak, yaitu kecenderungan
siswa yang menggunakan: (i) Otak kanan = Inovator, (ii) Otak kiri = Manajer,
dan (iii) Otak kanan-kiri = Implementor
3. Perhatikan 3-Gaya Belajar, yaitu siswa yang condong menyenangi
gaya: (i) Verbal = Senang dengan cerita, (ii) Visual = Senang dengan gambar,
dan (iii) Motorik = Senag dengan gerak
4. Amati 5-Pola Mengadopsi Informasi, yaitu
kemampuan siswa menerima masukan yang terurai kepada kelompok: (i) Innovator
(3%) = Siswa yang sekali mendengar langsung mengerti, (ii) Early adopter
(13%) = Siswa yang dua kali mendengar sudah mengerti, (iii) Early majority
(34%) = Siswa yang tiga kali mendengar baru mengerti, (iv) Late majority
(34%) = Siswa yang setelah empat kali mendengar baru mengerti, dan (v) Laggard
(16%) = Siswa yang meski sudah lima kali mendengar belum tentu mengerti juga
5. Kuasai 3-Ranah Proses Penyampaian,sebagai pendidik
inspiratif maka kita: (i) Jangan hanya “telling” dan “showing”, tetapi harus
“involving”, (ii) Jangan hanya menyampaikan “text” dan “context”, tetapi juga mengupayakan
proses “contextualisastion”, dan (iii) Jangan hanya “instructing” dan
“teaching”, tetapi harus bisa “entertaining”
6. Sintesiskan 3-Eksistensi Diri, sebagai pendidik kita
berupaya keras agar bisa menginspirasi siswa dengan selalu: (i) Meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan = Melahirkan kompetensi, (ii) Mengasah semangat
dan pengetahuan = Menyuburkan percaya diri, dan (iii) Memperhalus keterampilan
dan semangat = Memperkokoh komitmen
7. Mensinergikan 3-Naluriah, sebagai pendidik kita jangan
berhenti untuk selalu: (i) Menggunakan syahwat dengan pas = Mengantar kita
kepada kesucian, (ii) Memanfaatkan akal dengan pas = Menjaga kita selalu bijak,
dan (iii) Mengelola amarah dengan pas = Menumbuh-kembangkan keberanian secara
hakiki
8. Mengintegrasikan 3-Nurani dalam Diri,
sebagai pendidik jangan pernah menyerah memelihara: (i) Kehidupan fisik dengan
baik = Menjaga intelektual selalu cemerlang, (ii) Memupuk psikologis dengan
Ikhlas = Membuat emosi selalu teduh, dan (iii) Menyemai spiritual dengan amal =
Memelihara kalbu senantiasa bening.
PENUTUP
Sekarang pendidik atau guru sudah dimantapkan
sebagai profesi. Menjalankan profesi harus amanah. Jika profesi tidak
dijalankan secara amanah, itu bukanlah ibadah. Jika itu bukan ibadah, maka
tidak berbuah pahala. Oleh sebab itu, profesi harus dijalan secara manah supaya
menjadi ibadah sesungguhnya. Ketika itu terjadi, pekerjaan sebagai pendidik
bukan saja mulia tetapi juga menjadi ibadah kita. Guru sebagai pendidik
merupakan panggilan. Jangan sia-siakan panggilan ini. Semoga kita semua bisa
menjalankan amanah ini dengan sebaik-baiknya (Bagian/diambil dari buku
The Art of Great Teaching Series “MENJADI GURU SEJATI” – Tulisan saya sendiri, diterbitkan
oleh Penerbit Galang Press, Yogyakarta, 2009).
Sumber : Seminar UPI UPBJJ UT Pekanbaru
M. GORKY SEMBIRING
Universitas Terbuka
gorky@ut.ac.id – 0816 878 444
Tidak ada komentar:
Posting Komentar