CARI DI GOOGLE

ALUMNI UT

Senin, 07 April 2014

Tips Manjur Menjadi Guru Sejati


RASIONAL
Sepertinya tidak ada yang bisa membantah bahwa Tanah Tumpah Darah kita ini merupakan anugrah yang sangat luar biasa dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Tidak banyak negara dan bangsa yang bisa memiliki tanah yang separipurna seperti yang kita miliki. Beberapa ungkapan  yang merupakan jelmaan atas rasa kekaguman dan rasa syukur sering dinyatakan tentang Ibu Pertiwi ini. Sebutan yang menggambarkan bagaimana paripurnanya Nusantara kita sering dikiaskan sebagai “ratna mutu manikam”. Bahkan ada pula ungkapan dalam bahasa daerah  yang menggambarkannya sebagai “gemah ripah loh jinawi, ijo royo-royo tentrem karta raharja”. Lebih kurang begitulah menggambarkan situasi karena semua yang kita butuhkan sudah tersedia di alam yang kita diami ini dengan takaran yang lebih dari cukup tanpa harus saling meniadakan.


Terus terang agak sulit membuat padanan ungkapan dimaksud ke dalam bahasa Indonesia dengan makna yang sama. Namun dalam artian bebas bisa dikatakan ungkapan tersebut hendak mengatakan Indonesia Tanah Tumpah Darah kita ini adalah Nusantara yang yang makmur, damai, aman, dan sejahtera. Juga dilandasi prinsip gotong royong yang dilandasi budaya musyawarah mufakat yang sudah teruji sejak dahulu kala. Singkatnya, bangsa kita adalah salah satu bangsa di muka bumi ini yang berbudaya adi luhung.

Dalam perjalanannya, ternyata ungkapan sebagaimana dinyatakan sebelumnya sangat kontras keadaannya jika dibandingkan dengan fakta yang sesungguhnya ada. Tanpa bermaksud mendramatisasi apa lagi dengan niat melebih-lebihkan, ternyata terjadi ironi yang masih sangat menyayat hati. Apakah kita menyadari atau tidak, dewasa ini banyak ironi yang dengan mudah kita jumpai dan sangat banyak bentuk dan variasinya. Salah satu hal yang sangat mencolok adalah masih begitu banyaknya warga kita yang mengalami keterbelakangan dalam mengakses sumber ekonomi agar bisa memiliki kehidupan yang layak. Banyaknya warga masyarakat yang belum memiliki pekerjaaan tetap dan layak sebagai akibat dari belum meratanya tingkat pendidikan merupakan faktor yang masih mengemuka.

Masih banyak dari warga masyarakat kita yang belum bisa mendapatkan pendidikan yang layak dan baik. Padahal pendidikan merupakan kebutuhan dan persyaratan mendasar untuk bisa keluar dari himpitan keterbelakangan. Akibatnya, fenomena kemiskinan dan pengangguran menjadi muncul. Bersamaan dengan itu, masalah ketidakadilan juga bisa muncul yang mengakibatkan kesenjangan ekonomi yang menganga lebar. Implikasi lain yang dewasa ini menjadi umum terjadi adalah kerusakan lingkungan yang dahsyat akibat eksploitasi alam yang tidak terkendali.

Kita juga sering melihat fenomena bernuansa pemaksaan kehendak dalam tataran masyarakat yang bisa bersifat horisontal dan tidak jarang menjadi vertikal juga. Disharmoni di kalangan masyarakat menjadi konsekuensi logis dari kejadian ini semua. Akhirnya tidak mengherankan pengaruh negatif bisa merambah ke masalah sosial dan budaya lainnya.

SASARAN YANG HENDAK DICAPAI
Menarik benang merah dari rasional di atas, menjadi relevan dan mendesak untuk mencari solusi alternatif untuk meredam merebaknya gejolak yang bisa memporakporandakan ketahanan kita sebagai sebuah bangsa yang konon memiliki sumber daya yang sangat paripurna. Tanpa bermaksud menyederhanakan apalagi membuat masalah menjadi seolah-olah tidak ada, sesungguhnya ada baiknya kita melihat bagaimana potret pelaksanaan pendidikan di sekitar kita. Apa yang hendak kita capai melalui pembahasan ini adalah mengupayakan penyediaan pendidikan yang memadai sehingga kita bisa mengelola sumber daya Nusantara yang paripurna ini menjadi bermanfaat dan menyangga kesejahteraan bagi segenap anak bangsa ini tanpa kecuali.

Artinya, kita ingin berbagi pengalaman bagaimana meredam gejolak yang sedang menggejala ini melalui penyelenggaraan pendidikan yang memadai sesuai dengan kaidah yang sebenar-benar dan setepat-tepatnya. Beberapa aspek esensial tentang ketanguhan suatu sistem pendidikan ditentukan oleh berbagai faktor. Berikut adalah faktor yang harus mendapat perhatian sedemikian rupa agar pendidikan kita bisa berjalan dan dimanfaatkan segenap anak bangsa dengan hasil yang optimal. Determinan pendidikan dikatakan unggul jika aspek kebijakan dan regulasi sudah dapat menjadi dasar yang kokoh. Turunannya, kurikulum dan variasi sumber belajar harus menjadi perangkat yang juga mantap. Guna kelancaran operasionalnya, ketersediaan dana dan sarana/prasarana menjadi wajib ada. Bersamaan dengan itu, dukungan dalam pengertian pemantapan penyelenggaraan baik dari Pemerintah bersama-sama dengan masyarakat juga mutlak adanya. Cerminan dukungan dimaksud secara teknis adalah datang dari kontribusi orang tua siswa dan siswa itu sendiri. Di atas segala itu, keberadaan guru yang mumpuni menjadi fundamen yang sangat menentukan hasil akhirnya.

Tulisan ini hendak mengajak kita, khususnya para peserta seminar dalam rangka Upacara Penyerahan Ijasah bagi lulusan Universitas Terbuka melalui UPBJJ-UT Pekanbaru, untuk berbagi pengalaman mengupayakan pembelajaran yang bisa mencerdaskan siswa sekaligus berkarakter. Berbagai tips yang dirasa bisa menginspirasi peserta, terutama bagi Anda lulusan program Pendidikan Dasar UT 2013/2014 yang berprofesi sebagai guru, bisa menjadi ujung tombak pengemban amanah para penggagas negeri ini, mencerdaskan kehidupan bangsa.

TANAH AIR KITA SAAT INI
Beberapa aspek yang perlu menjadi perhatian kita bersama sebagai bangsa pada saat ini adalah mengentaskan beberapa hal yang mengganggu eksistensi kita. Beberapa faktor yang dirasa menonjol dan perlu mendapat perhatian bersama adalah mengenai fakta tentang indeks pembangunan sumber daya manusia yang masih rendah. Sebaliknya, indeks persepsi korupsi di bangsa kita malah masih tergolong tinggi. Selain itu, disain pembangunan yang belum bisa memeratakan pembangunan dan hasilnya juga masih menggejala. Juga masih terdapat kesenjangan keluaran pendidikan dengan ketersediaan lapangan kerja. Beberapa aspek mendasar ini membuat kita merasa letih untuk mengisi pembangunan ini jika tidak kita pikirkan secara bersama-sama.

Kondisi di atas hanya bisa diatasi dengan baik jika kita memahami apa saja sesungguhnya faktor yang bisa membuat suatu bangsa itu unggul. Berikut adalah aspek esensial yang bisa menghantar suatu bangsa unggul, yaitu: Inovasi, teknologi. jaringan, dan sumber daya alam. Banyak ahli yang sepakat bahwa kontribusi terbesar terhadap keunggulan suatu bangsa ternyata bukan sumber daya alam yang melimpah. Kontribusi sumber daya alam ternyata hanya berkontribusi 10% terhadap ketangguhan suatu bangsa. Faktor yang sangat mempengaruhi keunggulan suatu bangsa ternaya diperoleh sebesar 45% dari inovasi yang tanpa henti. Kemudian keunggulan sutau bangsa didapat sampai 25% dari kepemilikan teknologi yang canggih. Selanjutnya, jaringan yang kuat dan luas berkontribusi 25% terhadap ketangguhan suatu bangsa.

Ini memberi pengertian kepada kita bahwa yang perlu dikembangkan itu adalah sumber daya manusia (SDM). Mengapa? Karena berbicara mengenai inovasi, teknologi, dan jaringan tidak bisa dilepaskan dari kualitas SDM. Bicara mengenai inovasi, teknologi, dan jaringan (berkontribusi 90% terhadap keunggulan suatu bangsa) maka sesungguhnya kita sedang bicara tentang manusia yang memiliki kompetensi dan daya saing yang tinggi. Seberlimpah apapun sumber daya alam, ternyata kontribusinya hanya 10% terhadap ketangguhan suatu bangsa. Ketangguhan atau keunggulan dalam konteks ekonomi sama saja dengan tingkat kesejahteraan. Meski sumber daya alam berlimpah namun jika kompetensi SDM tidak mengimbangi maka tidak akan berhasil secara optimal. Ini lah yang bisa menggambarkan kepada kita bahwa meski sumber daya alam kita berlimpah tetapi kesejahteraan untuk semua anak bangsa ini masih belum seperti yang diharapkan.

Berbicara mengenai SDM maka tidak bisa dilepaskan dengan pendidikan. Kompetensi, keterampilan, dan perilaku sangat terkait erat dengan pendidikan. Pendidikan dalam arti sempit, menjelma menjadi sekolah. Di dalam sekolah terlibat benyak unsur yang harus bersinergi satu dengan yang lain. Sinergitas dimaksud meliputi aspek regulasi, dana, sarana, kurikulum, sumber belajar, dukungan masyarakat, partisipasi orang tua, dan anutsiasme siswa itu sendiri. Terakhir, unsur yang tidak kalah penting adalah keberadaan guru sebagai pendidik.

PARADOKS DAN LIMITASI
Dilihat dari unsur bersifat objektif dan kuantitatif, seharusnya tidak ada masalah yang menghambat kita menyelenggarakan pendidikan yang bisa menghasilkan siswa yang selain cerdas juga berkarakter. Dari segi jumlah (sekolah, guru, dan anggaran misalnya), kita sudah memadai (di atas kertas). Dari segi konstitusi dan regulasi apalagi, kita sudah punya tatanan peraturan perundangan yang sangat mengikat. Bahkan konstitusi kita sudah menjamin tentang pendidikan sampai masuk ke Undang-undag Dasar, termasuk telah adanya aturan turunannya. Dari segi kesadaran masyarakat bahwa pendidikan penting dan mendasar juga sudah tidak ada masalah. Namun, masih sering kita dengar rintihan bahwa kualitas SDM kita masih belum bisa bersaing dengan SDM bangsa lain. Jika sudah begini, maka yang menjadi bulan-bulanan adalah sekolah, utamanya guru. Mengapa, ada apa?

Agar diskusi lebih fokus dan tidak terlau melebar sehingga mudah mencari solusi, kita batasi saja pada aspek pendidik saja, yaitu guru. Secara kelakar, masih banyak kita dengar cerita dari begitu banyak siswa yang tertekan perasaan dan batinnya karena suasana pembelajaran di kelas masih belum menyenangkan. Pada saat yang sama, masih juga banyak terdengar cerita bahwa guru juga merasa tertekan karena terlalu banyak masalah yang datang pada saat yang bersamaan. Jika guru mengikuti kelaziman yang ada, target penugasan tercapai tetapi masih ragu apakah siswa bisa menguasai semua pelajaran dengan baik. Apakah siswa bisa lulus ujian Nasional, misalnya. Jika tidak mengikuti kebiasaan yang ada, mungkin siswa bisa pintar dalam kehidupan tetapi belum tentu bisa lulus ujian. Terjadi dikotomi tajam yang menempat guru pada posisi yang tidak mudah. Jika kesimpangsiuran ini tidak diantisipasi dengan baik, maka kualitas pembelajaran di kelas tidak akan membaik.

TEROBOSAN
Tidak ada cara lain bahwa untuk mengantisipasi masalah di atas agar tidak menimpa guru, maka guru sebagai pendidik harus kompeten. Guru harus memenuhi kualifikasi minimal (D4/S1). Selain itu, guru juga harus memiliki kompetensi yang baik dalam hal pedagogik, sosial, kepribadian, dan profesional. Pada saatnya, guru sebagai pendidik memiliki sertifikat pendidik sehingga layak disebut sebagai profesional. Apakah itu cukup? Secara nominal YA, cukup. Namun di atas itu, guru juga harus bisa merefleksikan kompetensi dan kedudukan profesinya secara nyata di kelas, khususnya dalam memfasilitasi pembelajaran sehingga pembelajarannya di dalam kelas sangat inspiratif dan menyenangkan. Penciptaan suasana seperti ini sangat berperan menyiapkan siswa sesuai yang diharapkan.

Berikut adalah tips yang bisa membantu guru sebagai pendidik untuk mengupayakan pembelajaran inspiratif dengan harapan hasil pembelajaran dimaksud bisa mengembangkan siswa sehingga selain cerdas juga berkarakter. Yang dimaksud dengan cerdas adalah ketika siswa yang belajar bisa menyeimbangkan 4 (empat) kecerdasan yang dimiliki, yaitu kecerdasan: (1) Spiritual, (2) Emosional, (3) Intelektual, dan (4) Kinestetis. Cerdas spiritual artinya memiliki sifat ketaqwaan karena iman yang tinggi dan melekat pada diri siswa. Cerdas emosional artinya para siswa bisa mengendalikan perasaan emosi sesuai dengan yang seharusnya dan memiliki rasa empati yang mendalam. Cerdas intelektual artinya mampu menggunakan nalar serta semata-mata digunakan untuk kemaslahatan saja. Cerdas kinestetis artinya mapu menjaga kesehatan dengan baik sehingga terampil dan cekatan dalam melakukan tugas dan tanggung jawab sesuai kapasitas masing-masing.

Kecerdasan spritual terlahir dengan membeningkan hati. Kecerdasan emosional melekat dengan menghaluskan perasaan. Kecerdasan intelektual menajam dengan mengasah akal. Kecerdasan kinestetis menjadi mantap dengan mengolah raga. Keempat kecerdasan ini seyogyanya diinternalisasikan secara simultan kepada siswa melalui pendidikan yang di dalam kelas kita sebut pembelajaran. Pada saat yang sama, kita sebagai pendidik profesional yang kompeten harus mampu memberi nuansa karakter di dalam setiap pembelajaran. Karakter dimaksud adalah sesuai dengan dasar dan falsafah bangsa kita, yakni Panca Sila. Karakter Pancasilais dalam konteks pembelajaran sesungguhnya secara harfiah adalah penanaman nilai-nilai yang akhirnya menyemaikan di dalam kalbu para siswa menyangkut sifat-sifat agamis, menghargai hak asasi manusia, mencintai tanah air, demokratis, dan menjunjung kebersamaan. Hasil akhir dari penyemaian kecerdasan dan karakter diuraikan di atas kelak pada akhirnya akan melahirkan siswa yang memiliki ciri dan jiwa yang: (1) Mandiri, (2) Disiplin, (3) Berwawasan global, (4) Profesional, dan (5) Berdaya saing tinggi.

Pada titik ini, dimana siswa kita sebagai hasil dari pendidikan yang baik sudah cerdas, berkarakter, dan terampil maka pemanfaatan sumber daya alam kita akan lebih baik dan terkendali. Baik berarti bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya warga bangsa. Terkendali artinya tidak terjadi eksploitasi yang eksesif sehingga mengganggu keseimbangan dan kelestarian alam lingkungan kita. Ingat, alam ini bukan warisan dari nenek moyang kita, tetapi merupakan pinjaman dari anak cucu kita! Jadi, harus kita pelihara dengan baik.

8-TIPS MENJADI GURU SEJATI YANG INSPIRATIF
Berikut adalah beberapa penyarian pengalaman yang bisa menjadi inspirasi bagi kita mengupayakan pembalajaran yang diharapkan dapat mengembangkan siswa sehingga selain berkarakter juga cerdas.

1.    Hindari 11-Penyakit Umum berikut, yaitu: (i) Tipus = Tidak punya selera, (ii) Mual = Mutu amat lemah, (iii) Kudis = kurang disiplin, (iv) Asma = asal masuk, (v) TBC = Tidak bisa komputer, (vi) Kusta = Kurang strategi, (vii) Kram = Kurang terampil, (viii) Lesu = Lemah sumber, (ix) Diare = Di kelas anak diremehkan, (x) Asamurat = Asal sampaikan materi urutan kurang akurat, dan (xi) Ginjal = Gaji nihil, jarang aktif dan lamban
2.    Kenali 3-Ciri Kerja Otak, yaitu kecenderungan siswa yang menggunakan: (i) Otak kanan = Inovator, (ii) Otak kiri = Manajer, dan (iii) Otak kanan-kiri = Implementor
3.    Perhatikan 3-Gaya Belajar, yaitu siswa yang condong menyenangi gaya: (i) Verbal = Senang dengan cerita, (ii) Visual = Senang dengan gambar, dan (iii) Motorik = Senag dengan gerak
4.    Amati 5-Pola Mengadopsi Informasi, yaitu kemampuan siswa menerima masukan yang terurai kepada kelompok: (i) Innovator (3%) = Siswa yang sekali mendengar langsung mengerti, (ii) Early adopter (13%) = Siswa yang dua kali mendengar sudah mengerti, (iii) Early majority (34%) = Siswa yang tiga kali mendengar baru mengerti, (iv) Late majority (34%) = Siswa yang setelah empat kali mendengar baru mengerti, dan (v) Laggard (16%) = Siswa yang meski sudah lima kali mendengar belum tentu mengerti juga
5.    Kuasai 3-Ranah Proses Penyampaian,sebagai pendidik inspiratif maka kita: (i) Jangan hanya “telling” dan “showing”, tetapi harus “involving”, (ii) Jangan hanya menyampaikan “text” dan “context”, tetapi juga mengupayakan proses “contextualisastion”, dan (iii) Jangan hanya “instructing” dan “teaching”, tetapi harus bisa “entertaining”
6.    Sintesiskan 3-Eksistensi Diri, sebagai pendidik kita berupaya keras agar bisa menginspirasi siswa dengan selalu: (i) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan = Melahirkan kompetensi, (ii) Mengasah semangat dan pengetahuan = Menyuburkan percaya diri, dan (iii) Memperhalus keterampilan dan semangat = Memperkokoh komitmen
7.    Mensinergikan 3-Naluriah, sebagai pendidik kita jangan berhenti untuk selalu: (i) Menggunakan syahwat dengan pas = Mengantar kita kepada kesucian, (ii) Memanfaatkan akal dengan pas = Menjaga kita selalu bijak, dan (iii) Mengelola amarah dengan pas = Menumbuh-kembangkan keberanian secara hakiki
8.    Mengintegrasikan 3-Nurani dalam Diri, sebagai pendidik jangan pernah menyerah memelihara: (i) Kehidupan fisik dengan baik = Menjaga intelektual selalu cemerlang, (ii) Memupuk psikologis dengan Ikhlas = Membuat emosi selalu teduh, dan (iii) Menyemai spiritual dengan amal = Memelihara kalbu senantiasa bening.

PENUTUP
Sekarang pendidik atau guru sudah dimantapkan sebagai profesi. Menjalankan profesi harus amanah. Jika profesi tidak dijalankan secara amanah, itu bukanlah ibadah. Jika itu bukan ibadah, maka tidak berbuah pahala. Oleh sebab itu, profesi harus dijalan secara manah supaya menjadi ibadah sesungguhnya. Ketika itu terjadi, pekerjaan sebagai pendidik bukan saja mulia tetapi juga menjadi ibadah kita. Guru sebagai pendidik merupakan panggilan. Jangan sia-siakan panggilan ini. Semoga kita semua bisa menjalankan amanah ini dengan sebaik-baiknya (Bagian/diambil dari buku The Art of Great Teaching Series “MENJADI GURU SEJATI” – Tulisan saya sendiri, diterbitkan oleh Penerbit Galang Press, Yogyakarta, 2009).


Sumber : Seminar UPI UPBJJ UT Pekanbaru

M. GORKY SEMBIRING
Universitas Terbuka
gorky@ut.ac.id – 0816 878 444

Tidak ada komentar:

Posting Komentar