Awal dari Retaknya Hubungan
Kesalahpahaman bisa
muncul dari hal-hal yang tampak sepele: nada bicara yang salah ditafsirkan,
pesan yang tidak dibalas, atau ekspresi wajah yang keliru dimaknai. Dalam dunia
kerja sama, ini bisa berupa perbedaan ekspektasi, ketidakjelasan pembagian tugas,
atau asumsi yang tidak pernah dikonfirmasi.
Ketika komunikasi
tidak terbuka dan tidak diluruskan, perasaan tidak enak, curiga, hingga kecewa
mulai tumbuh. Ketidakpuasan dipendam. Kesal tidak diucapkan. Dan saat itulah
bom waktu mulai berdetak.
Pecah Kongsi: Akhir dari Sebuah Cerita
Pecah kongsi biasanya bukan terjadi karena satu kejadian besar, melainkan akumulasi dari masalah kecil yang tak pernah diselesaikan. Dalam banyak kasus, pihak-pihak yang terlibat bahkan tidak sadar bahwa mereka sedang berjalan menuju perpisahan. Tiba-tiba saja, ada yang memilih mundur. Ada yang merasa dikhianati. Ada pula yang merasa lebih baik jalan sendiri.
Padahal, jika sejak
awal komunikasi dibangun dengan jujur, terbuka, dan penuh empati, mungkin
semuanya bisa diselamatkan.
Alih-alih menyelesaikan secara terbuka dan dewasa, satu pihak memilih
mencari pembenaran dari orang lain. Bercerita dengan versi sendiri, mencari
simpati, dan menyelipkan narasi seolah-olah keretakan hubungan adalah sesuatu
yang "tak terelakkan". Labelnya pun diberi nama yang terdengar wajar:
pecah kongsi.
Namun, yang menarik (dan menyedihkan), justru
orang ketiga yang diajak "bercerita" itulah yang kemudian
memanfaatkan keadaan. Dengan dalih membantu atau menjadi penengah, dia malah
mengambil alih ruang keputusan. Pelan tapi pasti, pengaruhnya tumbuh—hingga
akhirnya, dia yang mengarahkan ke mana hubungan itu harus berakhir.
Tanpa disadari, yang tadinya hanya
miskomunikasi berubah jadi perpecahan. Bukan karena masalahnya terlalu besar,
tapi karena diserahkan kepada orang yang salah. Pecah kongsi pun bukan lagi
keputusan bersama, melainkan hasil manipulasi yang dibungkus seolah-olah itu
jalan terbaik.
Seringkali, konflik tidak membesar karena inti masalahnya, tetapi karena
cara kita menanganinya. Ketika kita tidak menyelesaikan masalah langsung dengan
orang yang terlibat, tapi malah mencari pembenaran ke luar, kita membuka pintu
untuk manipulasi. Dan saat keputusan penting dibuat berdasarkan pengaruh luar,
bukan komunikasi dalam, maka hasilnya pun sering tak adil.
Pecah kongsi kadang perlu—tapi pastikan itu karena kita sudah mencoba
berkomunikasi, bukan karena kita lari dari komunikasi dan membiarkan orang lain
yang mengambil alih kemudi.
Membangun Komunikasi yang Sehat
Agar tidak berujung
pada pecah kongsi, penting bagi siapa pun yang terlibat dalam hubungan
profesional atau pribadi untuk:
- Aktif mendengarkan – Bukan sekadar menunggu giliran
bicara, tapi benar-benar memahami maksud lawan bicara.
- Berani mengungkapkan perasaan dan
pendapat – Tidak
menyimpan ganjalan terlalu lama.
- Menghindari asumsi – Selalu klarifikasi jika ada hal yang
tidak jelas.
- Membuka ruang evaluasi – Secara berkala, evaluasi kerja sama
dan saling memberi masukan.
Penutup
Miscommunication
adalah sesuatu yang bisa diperbaiki. Tapi ketika dibiarkan tanpa penyelesaian,
ia bisa merusak hubungan yang sudah dibangun bertahun-tahun. Pecah kongsi
memang kadang tak terhindarkan, namun akan jauh lebih baik jika kita bisa
menghindarinya dengan komunikasi yang sehat.
Karena pada akhirnya,
bukan perbedaan yang memisahkan kita—tapi ketidakmampuan kita untuk saling
memahami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar